Senin, 02 Januari 2012

HIDUPLAH UNTUK MEMBERI

Disuatu sore hari saat aku pulang kantor dengan mengendarai sepda motor, aku disuguhkan sutau drama keil dan sangat menrik. Seorang anak kecil berumur lebih kurang sepuluh athun dengan sangat sigapnya menyalip sela-sela kepadatan kendaraan disebuah lampu merah perempatan jalan di Jakarta. Dengan mempawa bungkusan yang cukup banyak, diayunkannnya sepeda berwarna biru muda. Sambil membagikan bungkusan tersebut, ia menyapa akrab setiap orang, muali dari tukang Koran, penyapu jalanan, tuna wisma, sampai pak polisi.

        Pemandangan itu membuatku tertarik, pikranku langsung melayang membayangkan apa yang diberikan si anak kecil tersebut dengan bungkusannya. Apakah ia berjualan ? kalau ia berjualan apa mungkin seorang tuna wisma menjadi langganan tetap atau..??
Untuk membunuh penasaranku, aku pun membuntuti si anak kecil tersebut sampai di seberang jalan. Setelah itu aku langsung menyapa anak tersebut untuk aku ajak berbincang-bincang.

        “De, boleh kakak bertanya?”
        “Silahkan kak.”
        “Kalau boleh tahu yang barusan adik bagikan ke tukang Koran, tukang sapu, peminta-minta bahkan pak polisi itu apa ?
        “Oh……itu bungkusan nasi dan sedikt lauk kak, memang kenapa ka ?”
        “Oh tidak apa-apa. Kakak Cuma tertarik dengan cara kamu membagikan bungkusan itu, kelihatanya kamu sudah lama kenal dengan mereka?”

        Lalu adik kecil itu bercerita, “dulu, aku dan ibuku sama seperti mereka hanya seorang tuna wisma, setiap hari bekerja hanya mengharapkan belas kasihan banyak orang dan seperti kakak tahuhidup dijakarta sangat sulit, sampai kami sering idak makan, waktu singan kepanasan, malam kedinginan, hujan kehujanan. Namun setelah ibuku membuka warung nasi, kehidupan kami mulai membaik. Maka dari itu, ibu selalu mengingatkan aku bahwa masih banyak orang yang susah seperti kami dulu. Jadi kalau saat ini kita diberi rejeki yang cukup, kenapa kita tidak berbagi dengan mereka?”
       
        Yang ibuku selalu katakana, “Hidup harus berarti buat banyak orang”, karena pada saat kita kembali kepada Sang Pencipta tidak ada yang kita bawa, hanya satu yang kita bawa yaitu kasih kepada sesame dan perbuatan baik kita. Kalau hari ini kita bisa member sesutau yang baik  buat banyak orang, kenapa kita harus tunda .

        Karena menurut ibuku umur manusia itu terlalu singkat, hari ini kita memiliki segalanya, namun satu jam kemudian atau besok kita dipanggil Sang Pencipta “Apa yang kita bawa?”

Referensi : dari berbagai sumber 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar