Kamis, 27 Oktober 2011

"MENGAPA KOPERASI DI INDONESIA SULIT BERKEMBANG ?"

Berbicara mengenai koperasi maka yang muncul adalah pertanyaan mengenai kondisi koperasi di Indonesia . Seperti yang telah dibahas sebelumnya mengenai cara-cara memajukan koperasi di Indonesia, setidaknya ada enam hal yang perlu diperhatikan untuk memajukan koperasi di Indonesia.


Namun kini, fokus masyarakat terpusat pada perkembangannya koperasi itu sendiri. Koperasi dengan berbagai kelebihannya ternyata sangat sulit berkembang di Indonesia. Koperasi bagaikan mati suri dalam 15 tahun terakhir. Koperasi Indonesia seperti berjalan di tempat atau justru malah mengalami kemunduran.

Perkembangan koperasi di Indonesia yang mengalami pasanag-surut ini menimbulkan perbagai spekulasi dan pertanyaan-pertanyaan tersendiri dalam masyarakat. Pertanyaan yang sering muncul adalah “Mengapa Koperasi di Indonesia sulit berkembang?”. Padahal jika dianalisis lebih mendalam, upaya yang pemerintah lakukan untuk mengembangkan koperasi di Indonesia seolah tidak pernah ada habisnya. Berbagai paket program dari pemerintah seperti KKop, KUT (Kredit Usaha Tani), KKP (Kredit Ketahanan Pangan), PNM (Permodalan Nasional Madani) dana masih banyak lagi yang digunakan untuk memajukan koperasi itu sendiri. Namun kenyataannya, koperasi masih saja berjalan ditempat.

Untuk lebih jelasnya kita bisa melihat hubungan antara cara-cara memajukan koperasi dengan hal-hal yang menghambat perkembangan koperasi di Indonesia.

         I.            Sumber Daya Manusia

Dari sisi keanggotaan, sering kali pendirian koperasi itu didasarkan pada dorongan yang dipaksakan oleh pemerintah. Akibatnya pendirian koperasi didasarkan bukan dari bawah melainkan dari atas. Pengurus yang dipilih dalam rapat anggota seringkali dipilih berdasarkan status sosial dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian pengelolaan koperasi dijalankan dengan kurang adanya control yang ketat dari para anggotanya.

Selain itu juga, pengelola yang ditunjuk oleh pengurus sering kali kurang professional. Kadang pengurus yang ditunjuk tidak memiliki pengalaman yang ucukup . Hal ini berhubungan dengan cara-cara memajukan koperasi dalam hal meningkatan mutu / kualitas Sumber Daya Manusia.

Oleh karena itu, banyak anggota, pengurus maupun pengelola koperasi kurang bisa mendukung jalannya koperasi. Dengan kondisi seperti ini maka koperasi berjalan dengan tidak profesional dalam artian tidak dijalankan sesuai dengan kaidah sebagimana usaha lainnya.

      II.            Permodalan

Kurang berkembangnya koperasi juga berkaitan sekali dengan kondisi modal keuangan badan usaha tersebut. Kendala modal itu bisa jadi karena kurang adanya dukungan modal yang kuat dan dalam atau bahkan sebaliknya terlalu tergantungnya modal dan sumber koperasi itu sendiri. Jadi untuk keluar dari masalah tersebut harus dilakukan melalui terobosan structural, maksudnya dilakukannya restrukturasi dalam penguasaan factor produksi, khususnya permodalan.

Kepala Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Tengah Muhammad Hajir Hadde, SE. MM menyebutkan salah satu hambatan yang dihadapi selama ini diantaranya manajemen dan modal usaha.  Hal itu dikatakannya dihadapan peserta Diklat Koperasi Simpan Pinjam KSP dan Unit Simpan Pinjam USP yang saat ini sedang berlangsung di Palu.  Untuk mengantisipasi berbagai hambatan dimaksud khususnya manajemen Dinas Kumperindag selaku leading sector terus berupaya mengatasinya melalui pendidikan dan pelatihan serta pemberian modal usaha.

Dari keterangan diatas merujuk dari cara-cara mengembangakn koperasi di Indonesia yaitu “Meningkatakan Modal”. Jika modal yang dimiliki cukup dan di pakai dengan sebagaimana mestinya, maka kedepannya kita bisa merasakan perkembangan koperasi itu sendiri dan juga manfaat keberadaan koperasi di tengah-tengah masyarakat.

   III.            Kurang Kesadaran Masyarakat

Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (bottom up) tetapi dari atas (top down),artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah.

Berbeda dengan yang di luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat dan tujuan dari koperasi.

Hal ini dapat kita hubungkan dengan cara memajukan koperasi-“Pemasaran”. Kurangnya kesadaran masyarakat akan peran koperasi dan juga kurangnya keaktifan para anggota juga pengurus dalam memperkenalkan koperasi kepada masyarakat lah menjadi salah satu faktor mengapa koperasi di Indonesia sulit berkembang.

   IV.            Sosialisasi Koperasi

Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman.

Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri terhadap pengurus.

Faktor ini berhubungan juga dengan faktor sebelumnya yaitu “Kurang Kesadaran Masyarakat ” .

      V.            Manajemen
Manajemen koperasi harus diarahkan pada orientasi strategik dan gerakan koperasi harus memiliki manusia-manusia yang mampu menghimpun dan memobilisasikan berbagai sumber daya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang usaha. Oleh karena itu koperasi harus teliti dalam memilih pengurus maupun pengelola agar badan usaha yang didirikan akan berkembang dengan baik.
Ketidak profesionalan manajemen koperasi banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. contohnya banyak terjadi pada KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak mengucur.
     
   VI.            Pemanjaan Koperasi

Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah.

Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing

VII.            Demokrasi Ekonomi yang Kurang

Dalam arti kata demokrasi ekonomi yang kurang ini dapat diartikan bahwa masih ada banyak koperasi yang tidak diberikan keleluasaan dalam menjalankan setiap tindakannya. Setiap koperasi seharusnya dapat secara leluasa memberikan pelayanan terhadap masyarakat, karena koperasi sangat membantu meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat oleh segala jasa – jasa yang diberikan, tetapi hal tersebut sangat jauh dari apa ayang kita piirkan.

Keleluasaan yang dilakukan oleh badan koperasi masih sangat minim, dapat dicontohkan bahwa KUD tidak dapat memberikan pinjaman terhadap masyarakat dalam memberikan pinjaman, untuk usaha masyarakat itu sendiri tanpa melalui persetujuan oleh tingkat kecamatan dll. Oleh karena itu seharusnya koperasi diberikan sedikit keleluasaan untuk memberikan pelayanan terhadap anggotanya secara lebih mudah, tanpa syarat yang sangat sulit.

Sebenarnya, secara umum permasalahan yang dihadapi koperasi dapat di kelompokan terhadap 2 masalah. Yaitu :
A. Permasalahan Internal
  1. Kebanyakan pengurus koperasi telah lanjut usia sehingga kapasitasnya terbatas;
  2. Pengurus koperasi juga tokoh dalam masyarakat, sehingga “rangkap jabatan” ini menimbulkan akibat bahwa fokus perhatiannya terhadap pengelolaan koperasi berkurang sehingga kurang menyadari adanya perubahan-perubahan lingkungan;
  3. Bahwa ketidakpercayaan anggota koperasi menimbulkan kesulitan dalam memulihkannya;
  4. Oleh karena terbatasnya dana maka tidak dilakukan usaha pemeliharaan fasilitas (mesin-mesin), padahal teknologi berkembang pesat; hal ini mengakibatkan harga pokok yang relatif tinggi sehingga mengurangi kekuatan bersaing koperasi;
  5. Administrasi kegiatan-kegiatan belum memenuhi standar tertentu sehingga menyediakan data untuk pengambilan keputusan tidak lengkap; demikian pula data statistis kebanyakan kurang memenuhi kebutuhan;
  6. Kebanyakan anggota kurang solidaritas untuk berkoperasi di lain pihak anggota banyak berhutang kepada koperasi;
  7. Dengan modal usaha yang relatif kecil maka volume usaha terbatas; akan tetapi bila ingin memperbesar volume kegiatan, keterampilan yang dimiliki tidak mampu menanggulangi usaha besar-besaran; juga karena insentif rendah sehingga orang tidak tergerak hatinya menjalankan usaha besar yang kompleks.


B. Permasalahan eksternal
  1. Bertambahnya persaingan dari badan usaha yang lain yang secara bebas memasuki bidang usaha yang sedang ditangani oleh koperasi;
  2. Karena dicabutnya fasilitas-fasilitas tertentu koperasi tidak dapat lagi menjalankan usahanya dengan baik, misalnya usaha penyaluran pupuk yang pada waktu lalu disalurkan oleh koperasi melalui koperta sekarang tidak lagi sehingga terpaksa mencari sendiri.
  3. Tanggapan masyarakat sendiri terhadap koperasi; karena kegagalan koperasi pada waktu yang lalu tanpa adanya pertanggungjawaban kepada masyarakat yang menimbulkan ketidakpercayaan pada masyarakat tentang pengelolaan koperasi;
  4. Tingkat harga yang selalu berubah (naik) sehingga pendapatan penjualan sekarang tidak dapat dimanfaatkan untuk meneruskan usaha, justru menciutkan usaha.

Persoalan-persoalan yang dihadapi koperasi kiranya menjadi relatif lebih akut, kronis, lebih berat oleh karena beberapa sebab :
  • Kenyataan bahwa pengurus atau anggota koperasi sudah terbiasa dengan sistem penjatahan sehingga mereka dahulu hanya tinggal berproduksi, bahan mentah tersedia, pemasaran sudah ada salurannya, juga karena sifat pasar “sellers market” berhubungan dengan pemerintah dalam melaksanakan politik. Sekarang sistem ekonomi terbuka dengan cirri khas : “persaingan”. Kiranya diperlukan penyesuaian diri dan ini memakan waktu cukup lama.
  • Para anggota dan pengurus mungkin kurang pengetahuan/skills dalam manajemen. Harus ada minat untuk memperkembangkan diri menghayati persoalan-persoalan yang dihadapi.
  • Oleh karena pemikiran yang sempit timbul usaha “manipulasi” tertentu, misalnya dalam hal alokasi order/ tugas-tugas karena kecilnya “kesempatan yang ada” maka orang cenderung untuk memanfaatkan sesuatu untuk dirinya terlebih dahulu.
  • Pentingnya rasa kesetiaan (loyalitas) anggota; tetapi karena anggota berusaha secara individual (tak percaya lagi kepada koperasi) tidak ada waktu untuk berkomunikasi, tidak ada pemberian dan penerimaan informasi, tidak ada tujuan yang harmonis antara anggota dan koperasi dan seterusnya, sehingga persoalan yang dihadapi koperasi dapat menghambat perkembangan koperasi.

referensi : dari berbagai sumber


Selasa, 18 Oktober 2011

SAK

PENDAHULUAN

Berbicara mengenai akuntansi keuangan maka tidak jauh akan membicarakan mengenai laporan keuangan. Akuntansi keuangan adalah sebuah bagian dari akuntansi yang berhubungan dengan menyiapkan laporan keuangan untuk pihak eksternal, dalam hal ini adalah pemegang saham, kreditor, juga pemerintah.
Laporan keuangan disusun dari transaksi-transaksi yang dilakukan sebuah perusahaan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi Neraca, Laporan laba rugi, Laporan perubahan ekuitas  Laporan perubahan posisi keuangan yang dapat disajikan berupa laporan arus kas atau laporan arus dana Catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan

Laporan ini dibuat untuk pihak eksternal dikarenakan dengan laporan keuangan pihak luar dapat mengetahui dengan pasti bagaimana keadaan perusahaan dan membantu mereka dalam mengambil keputusan untuk bekerjasama atau tidak dengan perusahaan tersebut.

Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Pencatatan transaksi ini pun tidak asal-asalan.
Ada aturan yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan. Inilah yang kita kenal sebagai SAK (Standar Akuntansi Keuangan). Dengan begitu, diharapkan akan terjalin komunikasi yang baik dalam pemahaman laporan keuangan baik dari pihak eksternal maupun perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan.


ISI

Munculnya SAK di awali dengan berdirinya IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) pada tahun 1957. Katan ini adalah wadah bagi para akuntan di Indonesia. Sikap selalu tanggap yang ditunjukan oleh para akuntan ini menjadi langkah awal pengembangan Standar Akuntansi Keuangan. Perkembangan SAK dapat  dibagi menjadi tiga garis besar

Pertama pada tahun 1973, dimana pasar modal di Indonesia mulai diaktifkan. Pada tahun ini pula pertama kalinya IAI melakukan modifikasi terhadap standar akuntasni keuangan di Indonesia. Satandar akuntansi yang berlaku di Indonesia saat itu terdapat dalam buku “Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).

Memasuki tahun 1984 yang merupakan langkah berikutnya dari pengembangan standara akuntansi keuangan di Indonesia. Pada masa ini, PAI melakukan revisi didasari dari PAI 1973 yang kemudian dimodifikasikan dalam buku “Prinsip Akuntansi Indonesia 1984”. Hla ini bertujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha saat itu.

Tahun 1994, merupakan garis besar ketiga bagi IAI. Komite ini melakukan revisi total terhadap PAI 1984. Adapun modifikasi yang dilakukan dimuat dalam buku “Standar Akuntansi Keuangan” atau yang kita kenal saat ini sebagai “SAK per 1 oktober 1994”.

Dalam hal ini, IAI juga melakukan harmonisasi dalam pengembangan stndarnya dengan standar akuntansi internasional. Kemudian harmonisasi ini pun berkembang menjadi adaptasi, berkembang lagi menjadi adopsi dalam rangka knvergensi dengan Internasional Financial Reporting Standards atau yang sekarang kita kenal sebagai IFRS. Perencanaan adopsi ini diperkirakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.

Tidak berhenti sampai disitu, standar akuntansi keuangan terus mengalami perkembangan. Revisi secara berkesinambungan terus dilakukan, baik berupa penyempurnaan maupun penambhan satandar baru sejak tahun 1994.

Proses revisi sendiri telah dilakukan enam kali yaitu , 1 oktober 1995, 1 juni 1996, 1 juni 1999, 1 april 2002, 1 oktober 2004 dan terakhir 1 juni 2007.


Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.

Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan.
Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK.
Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK.
Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.

IFRS

PENGERTIAN DAN SEJARAH IFRS
IFRS (internasional Financial reporting Standards) merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh IASB (Internasional Accounting Standard Board). IASB sendiri merupakan merupakan badan lembaga independen yang menyusun standar akuntansi. Tujuan organisasi ini adlah untuk mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang memiliki kualitas tinggi. Dapat di pahami serta diperbandingkan.

Sejarah terbentuknya IFRS diawali dengan adanya perbedaan yang kompleks anatar negara tentang mengatur penyusunan laporan keuangan. Disamping bertujuan untuk mendamaikan perbedaan namun juga untuk membuat sebuah standar akuntansi yang berlaku secara internasional, maka diterbitkanlah IAS (Internasional Accounting Standar) oleh IASC (Internasioanal Accounting Standar Committee) pada tahun 1974 setalah satu tahun terbentuknya IASC.

            Tahun 1999 IASC menyetujui adanya rencana restrukturisasi dan dimana menurut ketentuan tersebut,dewan IASC akan memisahkan diri menjadi entitas non profit yang di atur oleh para wali serta IASC akan melakukan pendanaan terhadap IASB yang nantinya IASb ini akan mengambil alih tanggungjawab dalam hal mengelola IFRS.

            Maret 2001, IASC foundation diresmikan dan bertindak sebagai entitas induk IASB. Tepatnya 1 April 2001 diasumsikan untuk bertanggungjawab kepada IASC dalam hal melaukan penyusunan standar akuntansi.

            IASC Foundation terbagi atas dua badan.  Pertama SAC ( Standar Advisory Council) yyang memiliki tujuan untuk memberikan nasehat kepada IASB mengenai prioritas proyek penyusunan standar. SAC menyediakan forum bagi organisasi atau individu yang berkepentingan dengan pelaporan keuangan internasional untuk berpartisipasi. Kedua yaitu IFRIC (Internasional Financial Reporting Interpretation committee). Badan ini memiliki tujuan untuk mempersiapkan interpretasi IFRS untuk disetujui oleh IASB dan untuk memberikan panduan yang terkini mengenai masalah laporan keuangan. IFRIC menggantikan SIC (Standing Interpretations Committee) pada tahun 2002 dan beranggotakan 14 orang tidak termasuk ketua.


Struktur-Struktur IFRS
            Adapun struktur dari IFRS adalah :
1)        International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
2)       International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
3)       Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001
4)      Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001

Statement  IFRS
            Statement-statement dari IFRS yaitu :
1)       IFRS 1 First time Adoption of International Financial Reporting Standards
2)     IFRS 2 Share-based Payment
3)     IFRS 3 Business Combinations
4)     IFRS 4 Insurance Contracts
5)     IFRS 5 Non-current Assets Held for Sale and Discontinued Operations
6)     IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral Resources
7)      IFRS 7 Financial Instruments: Disclosures
8)      IFRS 8 Operating Segments
9)     IAS 1: Presentation of Financial Statements
10)  IAS 2: Inventories
11)    IAS 7: Cash Flow Statements
12)   IAS 8: Accounting Policies, Changes in Accounting Estimates and Errors
13)   IAS 10: Events After the Balance Sheet Date.
14)   IAS 11: Construction Contracts
15)   IAS 12: Income Taxes
16)   IAS 14: Segment Reporting (superseded by IFRS 8 on January 1, 2008)
17)   IAS 16: Property, Plant and Equipment
18)   IAS 17: Leases
19)   IAS 18: Revenue
20)IAS 19: Employee Benefits
21)   IAS 20: Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance
22) IAS 21: The Effects of Changes in Foreign Exchange Rates
23) IAS 23: Borrowing Costs
24) IAS 24: Related Party Disclosures
25) IAS 26: Accounting and Reporting by Retirement Benefit Plans
26) IAS 27: Consolidated Financial Statements
27)  IAS 28: Investments in Associates
28)  IAS 29: Financial Reporting in Hyperinflationary Economies
29) IAS 31: Interests in Joint Ventures
30)IAS 32: Financial Instruments: Presentation (Financial instruments disclosures are in IFRS 7 Financial Instruments: Disclosures, and no longer in IAS 32)
31)   IAS 33: Earnings Per Share
32) IAS 34: Interim Financial Reporting
33) IAS 36: Impairment of Assets
34) IAS 37: Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets
35) IAS 38: Intangible Assets
36) IAS 39: Financial Instruments: Recognition and Measurement
37)  IAS 40: Investment Property
38)  IAS 41: Agriculture

Interpretasi IFRS
            Adapun interpretasi IFRS sebagai berikut :
1)       Preface to International Financial Reporting Interpretations (Updated to January 2006)
2)     IFRIC 1 Changes in Existing Decommissioning, Restoration and Similar Liabilities (Updated to January 2006)
3)     IFRIC 7 Approach under IAS 29 Financial Reporting in Hyperinflationary Economies (Issued February 2006)
4)     IFRIC 8 Scope of IFRS 2 (Issued February 2006)
5)     IFRIC 9 Reassessment of Embedded Derivatives (Issued April 2006)
6)     IFRIC 10 Interim Financial Reporting and Impairment (Issued November 2006)
7)      IFRIC 11 IFRS 2-Group and Treasury Share Transactions (Issued November 2006)
8)      IFRIC 12 Service Concession Arrangements (Issued November 2006)

9)     SIC 7 Introduction of the Euro (Updated to January 2006)
10)  SIC 10 Government Assistance-No Specific Relation to Operating Activities (Updated to January 2006)
11)    SIC 12 Consolidation-Special Purpose Entities (Updated to January 2006)
12)   SIC 13 Jointly Controlled Entities-Non-Monetary Contributions by Venturers (Updated to January 2006)
13)   SIC 15 Operating Leases-Incentives (Updated to January 2006)
14)   SIC 21 Income Taxes-Recovery of Revalued Non-Depreciable Assets (Updated to January 2006)
15)   SIC 25 Income Taxes-Changes in the Tax Status of an Entity or its Shareholders (Updated to January 2006)
16)   SIC 27 Evaluating the Substance of Transactions Involving the Legal Form of a Lease (Updated to January 2006)
17)   SIC 29 Disclosure-Service Concession Arrangements (Updated to January 2006)
18)   SIC 31 Revenue-Barter Transactions Involving Advertising Services (Updated to January 2006)
19)   SIC 32 Intangible Assets-Web Site Costs (Updated to January 2006)

Perbandingan IFRS dengan PSAK
No.
PSAK
REFERENSI
1.
PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan (Revisi 1998)
IAS 1 (Revised 1997) Presentation of Financial Statements
2.
PSAK 2 Laporan Arus Kas (1994) (Reformat 2007)
IAS 7 (Revised 1992), Cash Flow Statements
3.
PSAK 3 Laporan Keuangan Interim (Reformat 2007)
APB Opinion No. 28 (1973), Interim Financial Statements
4.
PSAK 4 Laporan Keuangan Konsolidasi (Reformat 2007)
IAS 27 (1989) Consolidated and Separate Financial Statements
5.
PSAK 5 Pelaporan Segmen (Revisi 2000)
IAS 14 (Revised 1997) Segment Reporting
6.
PSAK 7 Hubungan Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa (Reformat 2007)
IAS 24 (1984) Related Party Disclosures
7.
PSAK 8 Peristiwa Setelah Tanggal Neraca (Revisi 2003)
IAS 10 (1978) Events after the Balance Sheet Date
8.
PSAK 10 Transaksi dalam Mata Uang Asing (Reformat 2007)
IAS 21 (Revised 1993) The Effects of Changes in Foreign Exchange Rates
9.
PSAK 11 Penjabaran Laporan keuangan Dalam Mata Uang Asing (Reformat 2007)
10.
PSAK 12 Pelaporan keuangan mengenai Bagian Partisipasi Dalam Pengendalian Bersama Operasi dan Aset
IAS 31 (Revised 1990) Financial Reporting of Interests in Joint Ventures
11.
PSAK 13 Properti Investasi(yang berlaku sekarang Revisi 2007)
IAS 25 (1986) Accounting for Investments
12.
PSAK 14 Persediaan(Reformat 2007)
IAS 2 (Revised 1993) Inventories
13.
PSAK 15 Akuntansi Untuk Investasi Dalam Perusahaan Asosiasi (Reformat 2007)
IAS 28 (Revised 1989) Accounting for Investments in Associates
14.
PSAK 16 Aset Tetap (yang berlaku sekarang Revisi 2007)
IAS 16 (Revised 1993) Property, Plant, and Equipment
15.
PSAK 18 Akuntansi Dana Pensiun
·                     IAS 26 (1987) Accounting and Reporting by Retirement Benefit Plans
·                     Peraturan-peraturan tentang dana pension di Indonesia, terutama UU No. 11/1992)
16.
PSAK 19 Aset Tidak Berwujud (Revisi 2000)
IAS 38 (1998) Intangible Assets
17.
PSAK 21 Akuntansi Ekuitas
Peraturan-peraturan yang mengatur perseroan di Indonesia serta beberapa SFAS mengenai akuntansi ekuitas
18.
PSAK 22 Akuntansi Penggabungan Usaha(Reformat 2007)
IAS 22 (Revised 1993) Accounting for Business Combinations
19.
PSAK 23 Pendapatan(Reformat 2007)
IAS 18 (1993) Revenue
20.
PSAK 24 Imbalan Kerja (Revisi 2004)
IAS 19 (Revised 2000) Employee Benefits
21.
PSAK 25 Laba Atau Rugi Bersih Untuk Periode Berjalan,Kesalahan Mendasar,dan Perubahan Kebijakan Akuntansi (Reformat 2007)
IAS 8 (Revised 1993) Net Profit or Loss for the Period, Fundamental Errors, and Changes in Accounting Policies
22.
PSAK 26 Biaya Pinjaman (Revisi 1997) (Reformat 2007)
IAS 23 (Revised 1993) Borrowing Costs
23.
PSAK 27 Akuntansi Perkoperasian (Revisi 1998)(Reformat 2007)
Peraturan-peraturan mengenai koperasi di Indonesia
24.
PSAK 28 (Revisi 1996) Akuntansi AsuransiI Kerugian
·                     SFAS 60, 91, 97, 113, 120
·                     Peraturan-peraturan mengenai asuransi di Indonesia
25.
PSAK 29 Akuntansi Minyak dan Gas Bumi
·                     SFAS 19, 25, 69
·                     Peraturan-peraturan mengenai migas di Indonesia
26.
PSAK 30 Sewa (yang berlaku sekarang Revisi 2007)
·                     SFAS 13
·                     Peraturan-peraturan mengenai sewaguna di Indonesia
27.
PSAK 31 Akuntansi Perbankan (Revisi 2000)
·                     IAS 30 (1990) Disclosures in the Financial Statements of Banks and Similar Financial Institutions
·                     Bank for International Settlement (BIS)
·                     Peraturan-peraturan mengenai perbankan di Indonesia
28.
PSAK 32 Akuntansi Kehutanan
Peraturan-peraturan mengenai kehutanan di Indonesia
29.
PSAK 33 Akuntansi Pertambangan Umum
Peraturan-peraturan mengenai pertambangan di Indonesia
30.
PSAK 34 Akuntansi kontrak Kontruksi
IAS 11 (Revised 1993) Accounting for Construction Contracts
31.
PSAK 35 Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi
Peraturan-peraturan mengenai telekomunikasi di Indonesia
32.
PSAK 36 Akuntansi Asuransi Jiwa
·                     SFAS 60, 81, 91, 97, 113, 120
·                     Peraturan-peraturan mengenai asuransi jiwa di Indonesia
33.
PSAK 37 Akuntansi penyelenggaraan Jalan tol(Reformat 2007)
Peraturan-peraturan mengenai manajemen jalan tol di Indonesia
34.
PSAK 38 Akuntansi Restrukturisasi Ekuitas Sepengendali (Revisi 2004)
APB 16, 29
35.
PSAK 39 Akuntansi kerjasama Operasi (Reformat 2007)
Peraturan-peraturan mengenai kerjasama operasi di Indonesia
36.
Psak 40 Akuntansi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan/Perusahaan Asosiasi
Beberapa prinsip akuntansi Amerika Serikat
37.
PSAK 41 Akuntansi Waran(Reformat 2007)
·                     APB Opinion No. 14 (1969) Accounting for Convertible Debt and Debt Issued with Stock Purchase Warrants
·                     Peraturan-peraturan BAPEPAM-LK di Indonesia
38.
PSAK 42 Akuntansi Perusahaan Efek (Reformat 2007)
·                     SFAS 12
·                     Peraturan-peraturan BAPEPAM-LK di Indonesia
39.
PSAK 43 Akuntansi Anjak Piutang (Reformat 2007)
·                     SFAS 77 Reporting by Transferor for Transfers of Receivables with Recourse
·                     Peraturan-peraturan BAPEPAM-LK di Indonesia
40.
PSAK 44 Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estat(Reformat 2007)
SFAS 66 Accounting for Sales of Real Estate
41.
PSAK 45 Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba (Reformat 2007)
SFAS 117 Financial Statements of Not-for-Profit Organizations
42.
PSAK 46 Akuntansi Pajak Penghasilan (Reformat 2007)
IAS 12 (1996) Income Taxes
43.
PSAK 47 Akuntansi Tanah
Peraturan-peraturan pertanahan di Indonesia
44.
PSAK 48 Penurunan Nilai Aset
IAS 36 (1998) Impairment of Assets
45.
PSAK 49 Akuntansi Reksa Dana
Peraturan-peraturan mengenai reksa dana di Indonesia
46.
PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan(saat ini yang berlaku Revisi 2006)
SFAS No. 115 Accounting for Certain Investments in Debt and Equity Securities
47.
PSAK 51 Akuntansi Kuasi-Reorganisasi (Revisi 2003)
ARB 43, Ch. 7 Capital Accounts, Section A: Quasi Reorganizations or Corporate Readjustment
48.
PSAK 52 Mata Uang Pelaporan
SFAS No. 52 Foreign Currency Translation
49.
PSAK 53 Akuntansi Kompensasi Berbasis Saham
SFAS 123 Accounting for Stock-Based Compensation
50.
PSAK 54 Akuntansi Restrukturisasi Utang-Piutang Bermasalah
SFAS 15 Accounting by Debtors and Creditors for Troubled Debt Restructuring
51.
PSAK 55 Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran(saat ini yang berlaku Revisi 2006)
SFAS 133 Accounting for Derivatives Instruments and Hedging Activities
52.
PSAK 56 Laba Per Saham (LPS)
IAS 33 (1997) Earnings per Share
53.
PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aset Kontijensi
IAS 37 (1998) Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets
54.
PSAK 58 Operasi Dalam Penghentian
IAS 35 (1998) Discontinuing Operations
55.
PSAK 59 Akuntansi Perbankan Syariah
·                     Fatwa MUI
·                     Rerangka Konseptual untuk Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan untuk Transaksi Syari’ah
·                     Standar akuntansi yang diterbitkan oleh AAOIFI.

Catatan:

PSAK yang dicoret menunjukkan bahwa PSAK tersebut sudah direvisi dan tidak lagi berlaku. Sebagian revisi mungkin sudah konvergen dengan IFRS/IAS.



Kesimpulan :
IAS / IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan olehInternational Accounting Standards Committee (IASC) / International Accounting StandardBoard (IASB). Di Indonesia sendiri IFRS baru akan diterapkan pada tahun 2012. Dengan adanya IFRS, perbedaan yang ada dalam hal penyusunan laporan keuangan dapat diatasi dan IFRS pun dapat digunakan secara universal.